• Home
  • sejarah
  • Sejarah Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta

Sejarah Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta

 

Gedung UGM JakartaUniversitas Gadjah Mada kampus Jakarta hadir untuk memberikan kontribusi pada perkembangan perguruan tinggi yang berorientasi melahirkan ahli-ahli yang berpengetahuan luas dan baik. Dengan prinsip lifelong learning, diharapkan UGM kampus Jakarta mengembangkan dan menerapkan ilmu bagi keadaban, kemanfaatan dan kebahagiaan, seperti tercantum pada dokumen Nilai-nilai UGM, khususnya mengabdi kepada kepentingan dan kemakmuran bangsa, seperti tercantum pada Visi UGM. Hal itu disampaikan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D pada soft opening UGM kampus Jakarta, Minggu, 1 Agustus 2010 di Jakarta. Soft opening dilakukan oleh Wakil Mendiknas, Prof. Fasli Djalal, Ph.D.

UGM kampus Jakarta berdiri di atas lahan seluas 6.300 m2, dengan luas bangunan 18.688 m2. Kampus yang belokasi di Jl. Dr. Sahardjo 83, Tebet, Jakarta Selatan ini terdiri atas dua blok, yakni Gedung Akademik dan Gedung Pendukung Akademik. Gedung Akademik terdiri atas 9 lantai, dilengkapi dengan 35 ruang kelas, 18 ruang diskusi, 10 ruang administrasi, auditorium, dan kantor perwakilan LPPM UGM, sementara Gedung Pendukung Akademik, 5 lantai, digunakan untuk, antara lain, perpustakaan, restoran, dan bank. “Investasi untuk kampus ini adalah Rp 180 miliar dan seluruh proses pembangunan diselesaikan dalam waktu 11 bulan”, kata Dr. Hargo Utomo, MBA., Direktur PT UGM-Samator Pendidikan yang membangun kampus ini. “Semua pihak yang menggunakan gedung ini dikenakan tarif sewa profesional; dan saat ini, penyewa ankornya adalah Program Studi Magister Manajemen, yang sudah mengantongi izin operasional dari Kemdiknas, dan LPPM UGM. Penyewa lain yang sudah berkomitmen adalah Prodi Magister Hukum, Prodi Magister Ekonomika Pembangunan, dan Bank Mandiri. Sementara yang sudah menunjukkan minatnya adalah Prodi Magister Ilmu Kesehatan dan Prodi Magister Akuntansi”, Hargo Utomo menambahkan.

Soft opening dihadiri Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, Majelis Guru Besar, Pimpinan Universitas dan Unit-unit Universitas, Dekan, Direktur Sekolah Pascasarjana, para donatur, KAGAMA, dan mitra UGM. Di depan hadirin, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA menjelaskan bahwa UGM kampus Jakarta merupakan salah satu bukti keberhasilan implementasi otonomi yang diberikan Pemerintah. Dengan otonomi, yang dibarengi dengan transparansi dan akuntabilitas, maka kualitas yang terus menerus dikembangkan telah membuat UGM masuk universitas peringkat dunia. “Peringkat dunia telah menjadikan UGM sangat populer dan diminati, termasuk oleh masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Inilah antara lain yang mendorong UGM untuk hadir secara fisik di Jakarta”, imbuh mantan Mendiknas yang sekaligus salah seorang pendiri program Magister Manajemen UGM tersebut. “Pemberian otonomi, khususnya kepada perguruan tinggi yang sudah dewasa, sebenarnya telah dirintis oleh (alm) Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, MA., saat menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi (19981 – 1994). Prof. Sukadji pada saat itu telah mulai memberikan keleluasaan yang besar kepada program-program studi tertentu, yang kemudian pada tahun 2000, Pemerintah meningkatkan menjadi otonomi pada beberapa perguruan tinggi yang sudah dewasa. Jadi, otonomi telah membuahkan sukses-sukses besar. Tanpa otonomi, perguruan tinggi tidak mungkin memberdayakan dirinya sedemikian rupa”, imbuhnya.

Sementara itu, pada sambutan peresmian UGM kampus Jakarta, Wakil Mendiknas, Prof. Fasli Djalal, Ph.D menyatakan bahwa setelah UU BHP dinyatakan batal oleh Mahkamah Konstitusi, Kementerian Pendidikan Nasional sedang berupaya untuk melobby Departemen Keuangan agar memberikan otonomi pengelolaan keuangan kepada perguruan tinggi, seperti yang terjadi pada era Perguruan Tinggi BHMN. “Kami terus berupaya untuk mengadvokasi agar masa transisi (saat ini sampai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah baru yang mengatur perguruan tinggi) diberlakukan selama 3 tahun. Selama kurun waktu tersebut, perguruan tinggi tidak perlu berubah apa pun; dan selama kurun waktu itu juga Kementerian Pendidikan Nasional akan terus memperjuangkan fleksibilitas sebesar mungkin”, lanjutnya.

Sejak Tahun 2013, UGM kampus Jakarta mengalami perubahan menjadi berada di bawah Sekretaris Eksekutif UGM dengan ditunjuknya Yahya Agung Kuntadi, M.M. sebagai Kepala Kantor UGM kampus Jakarta yang tadinya menjabat sebagai Manajer LPPM UGM Perwakilan Jakarta. Diharapkan dengan berada di bawah Sekretaris Eksekutif, UGM kampus Jakarta merupakan representatif UGM Yogyakarta bisa menjadi jembatan penghubung di antara pemangku kepentingan dan instansi terkait.